Kamis, 01 Oktober 2015

Listrik

REOPTIMALISASI LISTRIK TERBARUKAN

Penanggulangan byar-pet fenomena kelistrikan nasional memang tak semudah membalik telapak tangan. Semenjak tiga dasawarsa sebelumnya, rencana menambah pembangkit tenaga listrik baru dapat terimplementasi pada tahun 2010 ini, dengan dibangunnya pembangkit listrik berkekuatan 10.000 MegaWatt (MW) di beberapa daerah strategis yang telah diresmikan beberapa waktu lalu.
Kita harus berhati-hati dengan keterbatasan energi berbasis energi fosil, khususnya minyak bumi. Pesan ini menjadi semacam {caution|warning|reprimand|rebuke|reproach|scolding} bagi Indonesia yang mayoritas sumber energinya berbasis minyak bumi. Jika tidak direncanakan semenjak dini, tak mustahil kedepannya Indonesia akan mengalami krisis energi. Perhelatan World Geothermal Congress, 26-30 April 2010 di Bali menjadi catatan penting untuk disikapi, mengingat Indonesia {} yang memiliki 40 persen potensi panas bumi dunia, baru memanfaatkan {} 4,2 {} persen {} atau setara 1.100 MW.

Musti digarisbawahi, berdasar data yang dikeluarkan oleh British Petroleum tahun 2009, diketahui bahwa sampai akhir 2008 cadangan energi fosil Indonesia akan habis dalam jangka waktu 10,2 tahun untuk minyak bumi, 45,7 tahun untuk gas bumi, dan 19 tahun untuk batu bara. Tentunya ini dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru dengan tingkat produksi tetap. Itu Artinya, satu hingga dua dasawarsa ke depan, anak cucu bangsa ini telah kehilangan sebagian besar energi yang menggerakkan roda kehidupan mereka.

Ingat bahwa listrik di Indonesia tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi.

Selain pertimbangan makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi yang masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia, harapan teratasinya kekurangan penerangan listrik akan kian nyata seandainya pemerintah mampu mengoptimalisasi sumber energi terbarukan.

Sumber energi terbarukan (renewable energy) merupakan sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber daya energi alam, seperti: panas bumi, mikro hidro, matahari, angin, air, biufuel, maupun sampah organik. Tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya energi terbarukan dewasa ini telah meningkat dengan pesat, baik di negara-negara berkembang maupun maju, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya, serta mempunyai dukungan finansial yang kuat.

Sayangnya, Indonesia masih kurang optimal memanfaatkan peluang emas ini. Padahal secara statistik, dapat dilihat perbandingan antara Indonesia dan Filipina. Laporan International {cartoon|moving picture|animatronics|computer graphics|simulation|liveliness|energy|vibrancy|life|vigor|vivaciousness|dynamism|enthusiasm|excitement|activity|sparkle|spirit} Annual 2006 yang dikeluarkan oleh {cartoon|moving picture|animatronics|computer graphics|simulation|liveliness|energy|vibrancy|life|vigor|vivaciousness|dynamism|enthusiasm|excitement|activity|sparkle|spirit} {recommendation|counsel|suggestion|guidance|opinion|information|guidance|instruction|assistance} Agency (US), 94,5 persen konsumsi energi primer Indonesia masih mengandalkan semua jenis energi fosil. Dan Filipina hanya 75,9 persen. Artinya bahwa Filipina sudah lebih banyak mengolah sumber energi terbarunya ke dalam komposisi energi primernya dibanding Indonesia. Sementara itu Finlandia, melalui energi panas bumi telah mampu lepas dari penilaian sebagai negara yang perekonomiannya kurang berkembang versi UNDP karena energi panas bumi-nya mampu dijual sebagai salah satu {} atraksi utama negeri itu.

Masih besarnya komposisi energi fosil untuk listrik Indonesia tergambar nyata karena 60,0 persen masih bergantung pada minyak bumi, 21,1 persen dari gas bumi, dan batu bara sebesar 13,5 persen, sedangkan 5,5 persen dari energi terbarukan yang berasal dari 2,3 persen PLTA dan 3,2 persen PLTB.

Dorongan Optimalisasi
Lemahnya standing policy Indonesia dalam memanfaatkan energi terbarukan, dalam dilihat dari sejauhmana peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini. Kesadaran pentingnya sumber energi terbarukan niscaya dibangun dengan mempertimbangkan beberapa keuntungan, antara lain: pertama, dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi fosil, khususnya minyak bumi; kedua, dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional; ketiga, mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat; dan keempat, cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.

Pemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan, yaitu: relatif mudah didapat, dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat rendah, tidak mengenal {suffering|difficulty|burden|problem|hardship|pain|trouble|misery|misfortune} limbah, proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
Kemudahan ini menjadi potensi yang dapat dioptimalkan dalam rangka resolusi kekurangan energi listrik. Setidaknya peluang pengembangan energi listrik terbarukan dapat dilihat dari dua aspek.

Pertama, Faktor menipisnya cadangan minyak bumi. Setelah terjadinya krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi energi terus berkurang. Bahkan beberapa ahli berpendapat, bahwa dengan pola konsumsi seperti sekarang, maka dalam waktu 50 tahun cadangan minyak bumi dunia akan habis.
Terkait penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar sistem pembangkit listrik, maka kecenderungan tersebut berarti akan meningkatkan pula biaya operasional pembangkitan yang berpengaruh langsung terhadap biaya satuan produksi energi listriknya. Di lain pihak biaya satuan produksi energi listrik dari sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun, sehingga banyak ilmuwan percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan produksi tersebut akan lebih rendah dari biaya satuan produksi dengan minyak bumi atau energi fosil lainnya.

Kedua, meningkatnya kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan hidup menunjukkan gejala yang positif. Masyarakat makin peduli akan upaya penanggulangan segala bentuk polusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi.

Banyak pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan, sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat dihindari, minimal dikurangi. Setiap bentuk produksi energi dan pemakaian energi secara prinsip dapat menimbulkan bahaya bagi manusia, karena pencemaran udara, {ventilate|air|let breathe|expose|freshen} dan tanah, akibat pembakaran energi fosil, seperti batubara, minyak dan gas di industri, pusat pembangkit maupun kendaraan bermotor. Limbah produksi energi listrik konvensional, dari sumber daya energi fosil, sebagian besar memberi kontribusi terhadap polusi udara, khususnya berpengaruh terhadap kondisi klima.

Secara ilmiah, pembakaran energi fosil akan membebaskan Karbondioksida (CO2) dan beberapa gas yang merugikan lainnya ke atmosfir. Pembebasan ini merubah komposisi kimia lapisan udara dan mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca (treibhouse effect), yang memberi kontribusi pada peningkatan suhu bumi. Guna mengurangi pengaruh negatif tersebut, sudah sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan dalam produksi energi listrik.

Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi listrik. Disatu sisi, rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri. Di sisi lain, biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal. Belum tersedianya data potensi sumber daya lengkap karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilakukan juga menjadi kendala serius, selain kontinuitas penyediaan energi listrik rendah karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu. Inilah pekerjaan rumah Dewan Energi Nasional (DEN) untuk semaksimal mungkin merealisasi potensi energi terbarukan sebagai sumber utama pembangkit listrik, sebagai antisipasi krisis energi dalam satu hingga dua dasawarsa mendatang.

Pada akhirnya, usaha maksimal pemerintah melalui BUMN maupun instansi terkait lainnya bagi pencapaian program pengadaan kekurangan energi listrik patut diapresiasi secara positif. Sebagaimana optimisme {} bahwa maksimal pada awal 2011 sudah tidak ada lagi fenomena byar-pet di negeri ini. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar